cover
Contact Name
-
Contact Email
aljamiah@uin-suka.ac.id
Phone
+62274-558186
Journal Mail Official
aljamiah@uin-suka.ac.id
Editorial Address
Gedung Wahab Hasbullah UIN Sunan Kalijaga Jln. Marsda Adisucipto No 1
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies
ISSN : 0126012X     EISSN : 2338557X     DOI : 10.14421
Al-Jamiah invites scholars, researchers, and students to contribute the result of their studies and researches in the areas related to Islam, Muslim society, and other religions which covers textual and fieldwork investigation with various perspectives of law, philosophy, mysticism, history, art, theology, sociology, anthropology, political science and others.
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 38, No 2 (2000)" : 11 Documents clear
Logika Transsendental Kant dan Implikasinya Bagi Kemungkinan Pengetahuaan Islam Alim Roswantoro
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.391-414

Abstract

This paper tries to reconstruct Immanuel Kant's thought of logic that has been described in his magnum opus,Critique of Pure Reason. In this book, Kant who is well-known as critic and philosopher has successfully reconciled two philosophical trends, namely, rationalism and empiricism. This reconciliation demonstrates his philosophical thought which is full of logical argumentation. He strives to prove the existence of a priori knowledge serving as a basis or his transcendental philosophy. From this basic idea, he then explains his transcendental logics in order to support his n priori knowledge. He shows that knowledge absolutely does not cease on empirical or a posteriori root. After describing Kant's transcendental logics, this writing analizes his fundamental idea as an important contribution to the history of human intellectual. Finally, the writer tries to draw its implication for the possibility of Islamic knowledge.
Freedom of Religion, Pluralism and Interreligious Dialogue (Islamic Perspective) Syafa'atun Elmirzana
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.331-348

Abstract

Dua isu kontemporer yang berkaitan dengan pemikiran kembali Islam, khususnya sejauh berkaitan dengan kebebasan agama, pluralisme dan dialog antar agama, adalah masalah konversi dan dakwah/misi. Masalah kebebasan beragama, khususnya kebebasan pindah agama, masih menjadi perdebatan. Hal ini terutama dikaitkan dengan persoalan hak-hak asasi manusia, sehingga memunculkan tuduhan bahwa Islam bertentangan dengan hak-hak asasi manusia. Tendensi di atas disebabkan karena pandangan yang bersifat monolitik terhadap Islam, dan mengabaikan kenyataan bahwa Islam merupakan agama yang polyinterpretable. Paper ini mencoba melakukan peninjauan kembali terhadap hukum-hukum yang pernah ditetapkan dimasa lampau berkaitan dengan persoalan riddah (pindah agama) serta problem yang juga berkaitan dengan kebebasan beragama, yaitu masalah dakwah/misi. Hukum tentang riddah perlu ditinjau secara kontekstual. Artinya, penggunaan kekerasan (dalam hal ini hokum bunuh) adalah berdasarkan pada kondisi emergency, yang berisi pertimbangan moral ketimbang provokasi agama. oleh karenanya, hal tersebut bukan terutama karena orang-orang mempercayai atau mengimani apa yang mereka imani, tetapi karena kekerasan yang mereka lakukan sehingga mereka dapat dikenai hukuman. Disamping itu,hadits yang menjadi landasan hukuman riddah ini secara teknis bukanlah hadits yang mutawatir, yang konsekwensinya, menurut sistem tradisional, tidak mengikat. Bahkan banyak alasan persuasif untuk memandang bahwa hadits tersebut dipalsukan. Dalam kasus ini, hadits ini juga bertentangan dengan ajaran al- Qur'an, karena di sana tidak disinggung wajibnya hukuman mati bagi murtad. Hal kedua, yaitu masalah d akun hhnrssl Bertitik torak dari pengertian dakwah/misi dikaitkan dengan praktek atau bentuk-bentuk dakwah/misi yang telah banyak dimanipulasi, maka dakwah/misi perduli tinjau ulang. Kata dakwah/misi ring mempunyai konotasi sebagai konversi, yang sering membawa konflik dalam memperoleh pengikut. sebagai suatu titik berangkat, diusulkan penggantian istilah dakwah/misi dengan kata dialog, yang pada dasarnya merupakan pendidikan dalam pengertian yang luas dan mulia. Akhir dari dialog harus merupakan konversi kepada kebenaran dan bukan konversi kepada Islam atau agama lain. Suatu konversi dengan keyakinan akan kebenaran itulah satu-satunya yang absah. Dalam hal ini kita tidak mengkonversi orang, tetapi kita sematamata hanya membantu agar Rahmat Tuhan bekerja dalam hati dan akalnya.
Dakwah Dalam Persepektif Hasan Al-Banna Noor Chozin Sufi
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.435-451

Abstract

Any movement requiring the involvement of people certainly needs careful plan and strategy in order to achieve its main goals, including "dakwah". In this article the writer tries to elaborate the concept and strategy of "dakwah" offered by an outstanding Muslim leader of Egypt, Hassan al-Banna. He is chosen since his thought has been influencing and inspiring Muslims all over the world. After giving considerable biographical notes of al-Banna the writer explains that according to al-Banna Islamic dakwah must cover and serve every aspect and basic need of human life, in other words it must be comprehensive. For this reason, to implement his thought on dakwah e built up a religions organization called Ikhwanul Muslimin which was managed professionally and provided services for people of Egypt.  This distinguished dakwah organization had colored the lives of the Egyptians for many decades and elevated their understanding on Islamic teachings. The phenomena of its success is still under discussion and inspiring many dakwah organizations in Indonesia.
Maintaining Indonesian Harmony Latiful Khuliq
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.v-vi

Abstract

Knowledge of God: A Glance at the Development of Al-Ghaz.alī’s Concept in His Later Works. Andi Nurbaety
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.349-373

Abstract

Pertanyaan tentang mungkinkah manusia mencapai pengetahuan (ma'rifat) tentang hakekat Tuhan, dan dengan cara bagaimanakah manusia dapat mencapai ma'rifat itu, dibahas oleh penulis dalam artikel ini. Penulis menganalisis pemikiran "hujjatul Islam" Imam Al-Ghazali tentang permasalahan di atas yang tertuang dalam ketiga bukunya: 1. lhyā 'Ulum al-Dīn, khususnya pada kitab al-'ilm 2. Al-Munqidh min al-Ḍalāl, dan; 3. Iljūm al: Awām' an' ilm al-Kalām.  Penulis secara berurutan menguraikan bagaimana Tuhan dapat dipersepsi oleh manusia, sebagaimana tertuang dalam ketiga karya al-Ghazali di atas. Tercakup dalam pembahasan pengetahuan manusia tentang Tuhan adalah zat Tuhan, sifat-sifat Tuhan yang azali, abadi dan sempurna, serta karya-karya Tuhan. Meskipun ada perbedaan penekanan kalimat dalam ketiga kary any a,namun Al-Ghazali cukup konsisten menggarisbawahi Peran penting dhawq bagi manusia dalam menggapai ma'rifat hakekat Tuhan.
Taryamāt Ma'āni al-Qur'ān al-Karīm wa taṭwiruhā Saat Abdul Wahid
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.452-475

Abstract

 The purpose of the revelation of the Qur'an is to make it the main source of Islamic law, way of life for individuals and society as well as to guide them in gaining the bliss of the world and hereafter. Most Muslims do not understand Arabic language, although the Qur'an was revealed in Arabic language. Therefore, most Muslims need translation of the Qur'an to understand it. Many western scholars who had a great study on Islam had tried to translate the Qur'an into European languages, whereas in fact they envied Islam and tried to put hatred in their translation. As a result, the Qur'an has been translated into many European languages. Because of this, many Muslim scholars try to translate the Qur'an in order to help other Muslims understand the Qur'an on one hand while on the other hand they try to prevent Islam from the spread of lies done by orientalist through their translation. The first Muslim who translated the Qur'an into English language was a British Muslim Muhammad Marmaduke Pickthall. In addition, the first Indonesia Muslim who translated Qur'an was Abdurrauf Fansuri from Singkel, Aceh, in the seventeenth century. The translation was then followed by other translations in Indonesian language.[Tujuan diturunkannya Al-Qur'an ialah menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber utama bagi syariat Islam, tuntunan hidup bagi individu dan masyarakat, serta membimbing mereka unfuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar kaum muslimin di dunia tidak memahami bahasa Arab, padahal Al-Qur'an di- turunkan dalam bahasa Arab. Unfuk itu mereka memerlukan pertolongan dari terjemah Al-Qur'an untuk memahaminya.  Orang-orang orientalis telah berusaha menerjemahkan Al-Qur'an ke bahasa Eropa, padahal mereka sangat dengkikepadalslamdanberusaha memasukkan kebatilan-kebatilan dalam menerjemahkan Al-Qur'an. Mereka telah berhasil menerjemahkan Al-Qur'an ke berbagai bahasa Eropa hingga ratusan terjemahan. Maka para ulama Islam pun tidaklah diam, mereka berusaha menerjemahkan Al-Qur'an untuk mencegah tersebarnya kebatilan yang disebarkan oleh orang-orang orientalis melalui terjemahnya. Orang muslim yang pertama kali menerjemahkan Al-Qur'an al-karim kedalam bahasa Inggris adalah M. Marmaduke Pickthall, dia adalah orang Inggris asli. Adapun orang Muslim Indonesia yang pertama kali menerjemahkan Al-Qur'an al-Karim adalah Abdurrauf Fansuri, dari Singkel, Aceh pada abad tujuh belas, yang kemudian di susul oleh belasan terjemahan yang lain.] 
A profile of The ‘Ulamā’ In Acehnese Society Yusny Saby
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.267-296

Abstract

Melalui artikel ini penulis memaparkan profil, yakni karakteristik umum, potret, pendidikan, pandangan hidup serta gaya hidup keseharian ulama dalam masyarakat Aceh. Sebenarnya ulama Aceh dapat dipilah ke dalam beberapa tipe dan kategori, diantaranya ulama tradisional dan ulama pembaharu, dan artikel berikut lebih berkonsentrasi pada profil ulama tradisional yang dalam beberapa hal masih bersifat monolitik, dibandingkan dengan ulama pembaharu yang lebih variatif.  Dengan teliti dan menarik penulis menjelaskan model-model pendidikan ulama tradisional yang dilangsungkan di lembaga pendidikan agama yang disebut dayah. Tercakup di sini adalah corak-corak kehidupan dalam dayah dari masa ke masa dan dari satu wilayah ke wilavah vang lain.  Pandangan hidup para ulama tradisional, karena dikutuk oleh model pendidikan di dayah yang sangat terbatas, juga menjadi spesifik, misalnya, menghindari penggunaan akal dalam memahami teks agama (Qur'an hadits). Namun, karena kesalehannya, Para ulama tradisional mendapat penghormatan yang tinggi dari masyarakat sekitar.
Ibn Taymiyyah: His philoshophical Thought on Causality. S Sumedi
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.374-390

Abstract

Ibn Taymiyyah, menurut penulis artikel ini, banyak disalahpahami. Ia lebih dikenal sebagai seorang tokoh yang anti-rasionalis, pemikir literal dan teolog revivalis, ketimbang seorang filosof. Berangkat dari sini lah artikel ini ingin melacak pemikiran filosofis Ibn Taymiyyah dengan merekonstruksi pemikirannya tentang kausalitas. Sebuah upaya yang tidak mudah memang, karena Ibn Taymiyyah tidak menulis satu buku tersendiri tentang hal ini. Upaya rekonstruksi dilakukan dengan melacak konsep itu yang masih terserak di berbagai karyanya. Maka dipilihkan pengkajian atas beberapa kata kunci yang mengekspresikan kausalitas itu. Dalam kata benda: sabab, al-‘illah, al-muatstsir, al-sababa, al-mūjid and al-ḥadats dalam kata kerja: sabbaba, 'allala, awjada, aḥdatsa, dan atstsara. Sementara kata yang mengekspresikan prosest ransformasi dari sebab keakibat (causationa) dalah al-ta'lil, al-ta'tsir, dan al-iḥdāth, sedangkan efek yang diproduksi oleh sebab diekspresikan dalam kata-kata: al-musabbab, al-ma’lūl, al-muḥdats dan al-muatstsar. Setelah membahas selintas tentang sejarah hidup Ibn Taymiyyah, penulis kemudian membahas sub-sub tema berikul kausalitas dan kausasi, elemen-elemen kausasi, macam-macam sebab, persepsi-rasa dan kemampuan akal, statemen-stetemen empirik, dan kausasi dan kemungkinan peristiwa melingkar tanpa batas (daur atau tasalsul).
Acceptance, Approval and Aggression: Some Fatwās Concerning the Colonial Administration In The Dutch East Indies Nico J.G. Kaptein
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.297-309

Abstract

Artikel ini mendiskusikan tentang sikap kaum Muslimin Indonesia terhadap pemerintahan kolonial Belanda sebagaimana terefleksikan dalam sejumlah fatwā yang dikeluarkan oleh Ahmad Dahlan (w. 1886), mufti syafi'i di Makkah yang menjadi tumpuan bertanya Muslim nusantara; Sayyid Utsman (7822-7914) penasihat honorer Belanda untuk masalah Arab; dan Hasyim Asy'ari (1,871-1947), pendiri Nahdlatul Ulama. Ahmad Dahlan dalam beberapa fatwanya yang termaktub dalam kitab Muhimmtat al-Nafa'is, bersikap "menerima" (acceptance) terhadap keberadaan pemerintahan kolonial Belanda selama tidak bertentangan dengan syari'at Islam, dan sayyid ‘utsman bukan hanya menerima bahkan menyetujuinya (approval), karena pemerintah Belanda memberikan keleluasaan bagi kaum Muslimin untuk melakukan ibadah. Berbeda dengan keduanya, Hasyim Asy’ari menentang (aggression) penjajahan Belanda.  Penulis melihat bahwa seringkali sebuah produk fatwā sangat dipengaruhi oleh situasi sosial dan politik yang melingkupinya. Hal ini menunjukkan dinamika dan fleksibilitas hukum Islam pada satu sisi, tetapi pada sisi lain menujukkan pula betapa suatu produk fatwā menjadi rentan terhadap kepentingan-kepentingan politik tertentu. Fatwa Ahmad Dahlan dan sayyid 'Utsman yang bernada menerima dan menyetujui keberadaan pemerintah kolonial dikeluarkan pada akhir abad ke-19 di mana kekuasaan pemerintah Belada masih sangat kuat. sayyid 'Utsman sendiri digaji oleh pemerintah Belanda untuk membantu snouck Hurgronje dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan komunitas Arab dan pribumi. sedangkan fatwā Hasyim Asy'ari dikeluarkan ketika semangat nasionalisme sedang berkobar, segera setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 dalam menghadapi agresi Belanda melalui NICA. Perubahan situasi politiklah yang melatarbelakangi munculnya perbedaan fatwā di antara ketiganya, meskipun mereka, menurut penulis, menggunakan metodologi istinbāṭ hukum yang sama dan mempunyai kerangka intelektual yang sama pula. Perbedaan atau perubahan fatwā yang disebabkan karena perubahan sosial dan politik semacam ini dijumpai pula pada kasus-kasus lain.
Sayap Pembaharu & Tradisionalis Islam (Mitos atau realitas?) H Haikal
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 38, No 2 (2000)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2000.382.415-434

Abstract

This study, dealing with reformist and traditionalist wings on Islamic movements in Indonesia, is based on research which among other thorough direct participation in many Islamic discourses held Muhammadiyah and NU, at different places and times. In addition to this, the writer conducted several in depth interviews and discussions with either Muhammadiyah's and NU's activists or leaders. in strengthening this study, this writing also based on intensive literature research using primary and secondary sources. Though both wings have stressed their activities in different fields, however both have same aim, especially as their founders also graduated from ponpes (pondok pesantren). The trend of Muhammadiyah's activities in stimulating education is by founding schools such as Mualimin and Muallimat, which on the whole are located in cities or urban areas. While the trend of NU's activities is by strengthening and modernizing their ponpes, which mostly are located in rural areas. However, as the time passes by, both wings tend to get closer and working hand in hand.

Page 1 of 2 | Total Record : 11


Filter by Year

2000 2000


Filter By Issues
All Issue Vol 61, No 1 (2023) Vol 60, No 2 (2022) Vol 60, No 1 (2022) Vol 59, No 2 (2021) Vol 59, No 1 (2021) Vol 58, No 2 (2020) Vol 58, No 1 (2020) Vol 57, No 2 (2019) Vol 57, No 1 (2019) Vol 56, No 2 (2018) Vol 56, No 1 (2018) Vol 56, No 1 (2018) Vol 55, No 2 (2017) Vol 55, No 2 (2017) Vol 55, No 1 (2017) Vol 55, No 1 (2017) Vol 54, No 2 (2016) Vol 54, No 2 (2016) Vol 54, No 1 (2016) Vol 54, No 1 (2016) Vol 53, No 2 (2015) Vol 53, No 2 (2015) Vol 53, No 1 (2015) Vol 53, No 1 (2015) Vol 52, No 2 (2014) Vol 52, No 2 (2014) Vol 52, No 1 (2014) Vol 52, No 1 (2014) Vol 51, No 2 (2013) Vol 51, No 2 (2013) Vol 51, No 1 (2013) Vol 51, No 1 (2013) Vol 50, No 2 (2012) Vol 50, No 2 (2012) Vol 50, No 1 (2012) Vol 50, No 1 (2012) Vol 49, No 2 (2011) Vol 49, No 2 (2011) Vol 49, No 1 (2011) Vol 49, No 1 (2011) Vol 48, No 2 (2010) Vol 48, No 2 (2010) Vol 48, No 1 (2010) Vol 48, No 1 (2010) Vol 47, No 2 (2009) Vol 47, No 2 (2009) Vol 47, No 1 (2009) Vol 47, No 1 (2009) Vol 46, No 2 (2008) Vol 46, No 2 (2008) Vol 46, No 1 (2008) Vol 46, No 1 (2008) Vol 45, No 2 (2007) Vol 45, No 2 (2007) Vol 45, No 1 (2007) Vol 45, No 1 (2007) Vol 44, No 2 (2006) Vol 44, No 2 (2006) Vol 44, No 1 (2006) Vol 44, No 1 (2006) Vol 43, No 2 (2005) Vol 43, No 2 (2005) Vol 43, No 1 (2005) Vol 43, No 1 (2005) Vol 42, No 2 (2004) Vol 42, No 2 (2004) Vol 42, No 1 (2004) Vol 42, No 1 (2004) Vol 41, No 2 (2003) Vol 41, No 1 (2003) Vol 41, No 1 (2003) Vol 40, No 2 (2002) Vol 40, No 1 (2002) Vol 39, No 2 (2001) Vol 39, No 1 (2001) Vol 38, No 2 (2000) Vol 38, No 1 (2000) No 64 (1999) No 63 (1999) No 62 (1998) No 61 (1998) No 60 (1997) No 59 (1996) No 58 (1995) No 57 (1994) No 56 (1994) No 55 (1994) No 54 (1994) No 53 (1993) No 52 (1993) No 51 (1993) No 50 (1992) No 49 (1992) No 48 (1992) No 47 (1991) No 46 (1991) No 45 (1991) No 44 (1991) No 43 (1990) No 42 (1990) No 41 (1990) No 40 (1990) No 39 (1989) No 37 (1989) More Issue